Senin, 02 November 2020

MAKALAH PENYELENGGARAAN SEKOLAH INKLUSIF

 PENYELENGGARAAN SEKOLAH INKLUSIF

 

LAPORAN OBSERVASI

PENYELENGGARAAN SEKOLAH INKLUSIF

DI SDN SIDOARJO

 

 

 

 


Oleh :
Oleh:

Wahyu Putri Rahmah                     (14010044030)

Latifah Arianti Razaq                      (14010044057)

 

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN LUAR BIASA

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas kehendak-Nya laporan observasi mata kuliah Ortopedagogik ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Dalam penyelesaian laporan observasi ini,
penulis banyak mengalami kesulitan terutama disebabkan kurangnya pengetahuan. Namun, berkat bimbingan dan doa dari berbagai pihak akhirnya laporan observasi ini dapat terselesaikan walaupun masih terdapat kekurangan didalamnya. Karena itu, sepantasnya jika penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.      Allah SWT

2.      Drs. Wagino, M.pd

3.      Kedua orang tua yang telah banyak memberi dukungan baik secara materi maupun moral

4.      Teman-teman yang tidak bias penulis sebutkan satu-satu, terima kasih atas dukungan dan doanya.

 sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif agar karya mahasiswa ini dapat menjadi lebih baik dan berdaya guna dimasa yang akan datang.

Sidoarjo, 11 Desember 2014

 

Penulis

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang Masalah

 

Perubahan paradigma mengakibatkan adanya pergeseran makna dari Pendidikan Luar Biasa (Special Education) menjadi Pendidikan Kebutuhan Khusus (Special Needs Education). Perubahan ini dipengaruhi oleh sikap dan kesadaran masyarakat terhadap anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat menetap dan pendidikannya, metodologi serta perubahan konsep yang digunakan. Sebagai tindaklanjutnya, hambatan belajar dan perkembangan anak tidak ditangani berdasarkan pendekatan medis melainkan humanistik. Disini anak lebih dipandang sebagai individu yang unik dengan segala potensi yang telah termanifestasi pada dirinya. Implikasi dari perubahan paradigma tersebut berpengaruh terhadap sistem pendidikan dari sistem pendidikan segregasi menuju sistem pendidikan inklusif dengan sekolah ramah anak dan ramah pembelajaran.

Inklusi merupakan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa melihat multidimensi perbedaan baik itu status sosial, budaya, keturunan, dan lain-lain untuk memperoleh pendidikan yang ideal. Dimana disini sistem menyesuaikan dengan kebutuhan setiap anak. Hak semua anak untuk berpartisipasi dalam pendidikan berkualitas yang bermakna untuk setiap individu. Adapun salah satu acuannya adalah pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusif (UNESCO, dipublikasikan tahun 1994, laporan terakhir tahun 1995) dan kesepakatan Dakar tentang PUS (UNESCO).

Menyadari betapa pentingnya pendidikan inklusi ini untuk mendukung keberhasilan program pemerintah dalam penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Dilakukanlah analisa lebih dalam melalui observasi. Apakah konsep materi yang sudah didapat dalam proses perkuliahan selama ini sudah sesuai dengan keadaan yang terjadi di lapangan.

 

1.2       Rumusan Masalah

Setelah mengamati masalah-masalah yang dikemukakan, penulis merumuskan masalah berikut ini :

1.      Identitas Sekolah?

2.      Bagaimana sarana dan prasarana sekolah bagi Siswa Berkebutuhan Khusus?

3.      Apa sekolah menyediakan Guru Pendamping Khusus?

4.      Bagaimana sekolah ini merekrut Siswa Berkebutuhan Khusus ?

5.      Bagaimana modifikasi kurikulum Siswa Berkebutuhan Khusus?

6.      Bagaimana proses evaluasi Siswa Berkebutuhan Khusus pada akhir pembelajaran di sekolah tersebut ?

1.3       Tujuan Penulisan

Dengan perumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk :

1.      Mengetahui identitas sekolah secara lengkap

2.      Mengetahui sarana dan prasarana yang disediakan sekolah untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

3.      Mengetahui GBK yang disediakan oleh sekolah untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

4.      Mengetahui cara dan karakter penerimaan Siswa Berkebutuhan Khusus

5.      Mengetahui modifikasi kurikulum untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

6.      Mengetahui proses evaluasi akhir pembelajaran untuk Siswa Berkebutuhan Khusus

7.      Untuk melengkapi tugas akhir mata kuliah Orthopedagogik

 

 

 

 

BAB II
KAJIAN TEORI

2.1. Hakekat Pendidikan Inklusif

            Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

          Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas regular. Hal ini menunjukkan bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainanya dan bagaimanapun gradasinya.

          Sapon-Shevin (O-neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai system layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas regular bersama-sama teman seusianya.

          Pendidikan inklusif dalam Pemendiknas No. 70 tahun 2009 didefinisikan sebagai system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Dalam pelaksanaannya, pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif  kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan social, atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

            Bergabungnya anak-anak berkebutuhan khusus dalam lingkungan belajar bersama anak-anak normal dapat dilakukan dengan 3 model, yaitu:

a. Mainstream

Mainstream adalah system pendidikan yang menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum, mengikuti kurikulum akademis yang berlaku dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. Mainstream kebanyakan diselenggarakan untuk anak-anak yang sakit yang tidak berdampak pada kemampuan kognitif seperti epilepsy, asma dan anak-anak dengan kecacatan sensori ( fasilitas peralatan, seperti alat bantu dan buku-buku Braille) dan anak tuna daksa.

b. Integrasi

Integrasi berarti menempatkan siswa berkebutuhan khusus dalam kelas regular. Dikelas tesebut, anak-anak berkebutuhan khusus hanya mengikuti pelajaran-pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Adapun untuk mata pelajaran akademis lainnya, anak-anak berkebutuhan khusus menerima pelajaran pengganti di kelas berbeda yang terpisah dari teman-teman mereka. Penempatan terintegrasi tidsk sama dengan integrasi pengajaran dan integrasi social, karena integrasi tergantung pada dukungan yang diberikan sekolah. 

c. Inklusi

Inklusi adalah sebuah filosofi pendidikan dan social. Kesimpulan tersebut di peroleh dari kedua penjelasan yang telah dijelaskan diatas. Dalam inklusi, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan, apapun perbedaan mereka. Pendidikan inklusi berarti bahwa semua anak, terlapas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, jenis kelamin, status social-ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa dan agama menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan system pendidikan, sehingga dapat merespon keanekaragaman tersebut, serta melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar dari pada melihatnya sebagai suatu problem.

            Lebih lanjut, inklusi adalah cara berpikir dan bertindak yang memungkinkan setiap individu merasakan penerimaan dan penghargaan. Prinsip inklusi mendorong setiap unsure yang terlibat dalam proses pembelajaran mengusahakan lingkungan sekolah yang ramah terhadap pembelajaran dan semua siswa dapat belajar secara efektif bersama-sama. Dengan demikian, tidak ada siswa yang akan ditolak atau dikeluarkan dari sekolahnya disebabkan tidak mampu memenuhi standar akademis yang ditetapkan. Walaupun, pada sisi yang lain beberapa oreang tua merasa khawatir kalau anak-anak mereka yang memiliki kecacatan akan menjadi bahan ejekan atau di ganggu oleh orang-orang sekitarnya.

2.2. Landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif

Penerapan pendidikan inklusif di Indonesia didasari oleh landasan filosofis, yuridis, pedagogis dan empiris yang kuat, diuraikan sebagai berikut:

a.)       Landasan filosofis

Adalah seperangkat wawasan atau cara pikir yang menjadi dasar pendidikan inklusi, meliputi filosofi Bhineka Tunggal Ika, agama, pandangan universal dan filosofi inklusi.

1.      Filosofi Bhineka Tunggal Ika.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara Burung Garuda yang memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu jua). Artinya, bangsa Indonesia mengakui keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.

2.      Pandangan Agama

Dalam agama-agama di Indonesia (khususnya islam) ditegaskan bahwa: 1. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci, 2. Kemuliaan seseorang dihadapan Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi taqwanya, 3. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri, 4. Manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling bersilaturahmi (inklusi). 

3.      Pandangan Universal Hak Asasi manusia menekankan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak pekerjaan.

4.      Pendidikan Inklusi

Adalah pendidikan yang didasari semangat keterbukaan untuk merangkul semua kalangan dalam pendidikan. Pendidikan inkusi mengimplementasikan wawasan multicultural dalam pendidikan yang dapat membantu peserta didik mengerti, menerima, serta menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya, nilai, kepribadian, dan keberfungsian fisik maupun psikologis.

 

b.)    Landasan yuridis

Landasan yuridis didasarkan kepada ketentuan undang-undang yang ada dan telah di sahkan, meliputi landasan yuridis bersekala nasional dan internasional.

Landasan yuridis nasional

1)        UUD 1945 (amandemen) pasal 31

Ayat (1) : “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”

Ayat (2) : “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”

2)        UU N0.20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5

Ayat (1) setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu

Ayat (2) warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau social berhak memperoleh pendidikan khusus

Ayat (3) warga Negara didaerah terpencil, terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan khusus.

3)        UU No.23 tahun 2002 tentang Pendidikan Anak

Pasal 48: pemerintah wajib menyelenggarakan  pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk semua anak.

Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

4)        UU No.4 tahun 1997 tentang penyandang cacat

Pasal 5: setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.

5)        Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pasal 127-142.

6)        Permendiknas No.70 tahun 2009tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang meiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

7)        Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003: “setiap Kabupaten/kota diwajibkan menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan inklusi di sekurang-kurangnya 4 (tempat) sekolah yang terdiri dari: SD. SMP, SMA, SMK.“

8)        Deklarasi Bandung “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif” tanggal 8-14 Agustus 2004 menetapkan keijakan sebagai berikut:

a)        Menjamin setiap anak berkebutuhan dangan aneka dan anak berkelainan lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, social, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal.

b)        Menjamin setiap anak berkebutuhan khusus dan anak berkelainan lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hokum, politis maupun cultural.

c)        Menyelenggarakan dan mengembangkan system pengelolaan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung semua anak dengan berbagai kebutuhan, sehingga memungkinkan mereka dapat, mengembangkan keunikan potensinya secara optimal.

d)       Menjamin kebebasan antar anak berkebutuhan khusus untuk berinteraksi secara reaktif mauoun proaktif dengan siapapun, kapanpun dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan.

e)        Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan serta media lainnya secara berkesinambungan.

f)         Menyusun rencana aksi (action plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesbilitas fisik dan non fisik, layanan pendidikan yang berrkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkebutuhan khusus.

g)        Pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industry, orang tua serta masyarakat. 

9)      Deklarasi Bukit Tinggi berisi kebijakan yang menetapkan,

Deklarasi Bukit Tinggi berisi kebijakan yang menetapkan:

a)        Pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk “pendidikan untuk semua” adalah benar-benar untuk semua.

b)        Cara untuk menjamin bahwa semua memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, pra-sekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan disekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan  eksklusif.

c)                Kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga Negara.

             Landasan yuridis internasional

1.         Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Educations (1994)

Pasal 2: Kami meyakini dan menyatakan bahwa,

a)      Setiap anak mempunyai hak mendasar untuk memperoleh pendidikan, dan harus diberi kesempatan untuk mencapai serta mempertahankan tingkat pengetahuan yang wajar.

b)      Setiap anak mempunyai karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda.

c)      System pendidikan seyogyanya dirancang dan program pendidikan dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman karakteristik dan kebutuhan tersebut.

d)     Mereka yang menyandang kebutuhan pendidikan khusus harus memperoleh akses ke sekolah regular yang harus mengakomodasi mereka dalam rangka pedagogi yang berpusat pada diri anak yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut.

e)      Sekolah regular dengan orientasi inklusif tersebut merupakan alat yang paling efektif umtuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai “pendidikan untuk semua”, lebih jauh, sekolah semacam ini akan memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan menurunkan biaya bagi seluruh system pendidikan.

Pasal 3: kami meminta perhatian semua pemerintah dan mendesak mereka untuk:

a)      Memberi prioritas tertinggi pada pengambilan kebijakan dan penetapan anggaran untuk meningkatkan system pendidikan agar dapat menginklusikan semua anak tanpa memandang perbedaan-perbedaan ataupun kesulitan-kesulitan individual mereka.

b)      Menetapkan prinsip pendidikan inklusif sebagai undang-undang atau kebijakan, sehingga semua anak ditempatkan disekolah regular kecuali bila terdapat alasan yang sangat kuat.

c)      Mengembangkan proyek percontohan dan mendorong pertukaran pengalaman dengan Negara yang telah berpengalaman dalam menyelenggarakan sekolah inklusif.

d)     Menetapkan mekanisme partisipasi yang terdesentralisasi untuk membuat perencanaan, memantau dan mengevaluasi kondisi pendidikan bagi anak serta orang dewasa penyandang kebutuhan pendidikan khusus.

e)      Mendorong dan memfasilitasi partisipasi orang tua, masyarakat dan organisasi para penyandang cacat dalam perencanaan dan proses pembuatan keputusan yang menyangkut masalah pendidikan kebutuhan khusus.

f)       Melakukan upaya yang lebih besar dalam merumuskan dan melaksanakan strategi identifikasi dan intertvensi dini, maupun dalam aspek-aspek vokasional dan pendidikan inklusif.

g)      Demi berlangsungnya perubahan sistemik, menjamin agar program pendidikan guru, baik pebdidikan pra-dinas maupun dalam dinas, membahas masalah pendidikan kebutuhan khusus di sekolah inklusif.

 

c.)    Landasan Pedagogis

Landasan pedagogis tercermin pada  pasal 3 undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.


d.)   Landasan Empiris

Penelitian tentang pendidikan inklusi telah banyak dilakukan di Negara-negara berat sejak 1980-an. Di antaranya,penelitian yang berskala besar dipelopori oleh The National Academi of  Sciences (Amerika Serikat). Hasilnya menunjukkkan bahwa klasifikasi dan penempatan berkelainan di sekolah,kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif.Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusussecara segregatif hanya diberikan hasil identifikasi yang tepat.(Heller,Holtzman & Messick, 1982).Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat,karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker,Wang,dan Walberg,1994/1995).

Temuan survey Prisoner (2003) kepada kepala sekolah tentang sikap mereka terhadap pendidikan inklusi menunjukkan bahwa hanya satu  dari lima kepala sekolah (20%) memiliki sikap yang positif terhadap penerapan pendidikan inklusif. Sementara yang lainnya tidak sikapnya jelas.Lebih lanjut,dalam kelas yang dipimpin oleh kepala yang memiliki sikap positif tersebut, siswa lebih mungkin dididik dengan cara-cara yang sedikit tidak dibenarkan dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian tentang sikap guru,Mcleskey Waldron,so,swanson,dan Loveland (2001) menemukan bahwa guru-guru dalam sekolah inklusif lebih memiliki sikap positif terhadap peran guru inklusi dan dampaknya daripada guru pada sekolah regular. Lebih lanjut,meyer (2001) mengatakan bahwa siswa yang memiliki kecacatan yang cukup ditemukan untuk memiliki keberhasilan yang lebih besar manakala mereka memperoleh pendidikan dalam lingkungan yang menerima mereka, khususnya yang berkaitan dengan hubungan sosial dan persahabatan mereka dengan masyarakatnya.


 2.3. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif

a)      Prinsip Pemerataan dan peningkatan Mutu

 

2.4. Keunggulan dan Sisi Positif Pendidikan Inklusif

1.      Semua anak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan tidak dideskriminasikan.

2.      Semua anak mempunyai kemamapuan untuk mengikuti pelajaran tanpa melihat kelainan dan kecacatannya

3.      Perbedaan merupakan penguat dalam meningkatkan mutu pembelajaran bagi semua anak.

4.      Memberikan kesempatan kepada semua anak dan mengidentifikasi alasan-alasan yang menyebabakan mereka tidak sekolah.

5.      Melibatkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan analisis situasi pendidikan setempat.

2.5. Implikasi Pengelolaan Pendidikan Inklusif

            Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusi adalah terbentuknya satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsive pada kebutuhan individual siswa.

           

BAB III
METODE PENELITIAN

Dalam penyusunan makalah ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1.        Metode Observasi

Metode observasi adalah metode untuk mempelajari kejiwaan dengan sengaja mengamati secara langsung, teliti, dan sistematis.

2.        Metode Interview

Metode Interview merupakan metode penyelidikan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Kalau pada angket pertanyaan diberikan secara tertulis, maka pada interview pertanyaan diberikan secara lisan. Karena itu antara interview dan angket terdapat hal-hal yang sama di samping adanya perbedaan. Baik angket maupun interview keduanya menggunakan pertanyaan., tetapi berbeda dalam penyajiannya. Kalau kedua metode itu dibandingkan maka pada interviu terdapat keuntungan-keuntungan di samping kelemahan-kelemahan.

Keuntungan interview antara lain:

a.       Pada interview hal-hal yang kurang jelas dapat diperjelas.

b.      Dapat menyesuaikan deangan keadaan yang diinterview.

c.       Adanya hubungan yang langsung (face to face) karena itu diharapkan dapat menimbulkan suasana hubungan yang baik.

Kelemahan interview antara lain:

a.       Kurang hemat, baik dalam soal waktu maupun tenaga, sebab dengan interview membutuhkan waktu yang lama.

b.      Pada interview dibutuhkan keahlian, dan untuk memenuhinya dibutuhkan waktu untuk mendapatkan didikan atau latihan yang khusus.

c.       Pada interview bila telah ada prasangka (prejudice) maka ini akan mempengaruhi interviu, sehingga hasilnya tidak objektif.

Walaupun ada segi kelemahan dari metode interviu, tetapi bila memperhatikan patokan yang ditentukan pada interviu, metode interview dapat memberikan sumbangan yang besar dalam metode penyelidikan. Suatu hal yang penting pada interviu ialah membuat pertanyaan sedemikian rupa hingga yang diinterview tidak merasa diinterview kemudian dianalisis hingga mendapatkan hasilnya.


 

BAB IV
PEMBAHASAN


2). Informasi Data Sekolah Inklusi

·         Bagaimana sarana dan prasarana sekolah bagi anak ABK?               

Tidak ada ruang sumber khusus  yang disediakan untuk anak berkebutuhan khusus, semua ditempatkan di kelas yang sama dan media pembelajarannya juga sama.

·         Apa sekolah menyediakan Guru Pendamping Khusus?

Ada dua guru lulusan dari Universitas Negeri Surabaya jurusan pendidikan luar biasa, tetapi guru tersebut tidak menjadi GPK. Bu Dhamini dan bu Ida menjadi guru kelas dan mengajar semua murid. Jika butuh pendamping/ sedo disediakan oleh wali murid masing-masing anak.

 

·         Bagaimana sekolah ini merekrut Siswa Berkebutuhan Khusus ?

Sekolah ini menerima semua siswa tanpa membedakan keadaan fisik ataupun intelektual peserta didik.

·         Bagaimana modifikasi kurikulum Siswa Berkebutuhan Khusus?

Sekolah ini tidak memodifikasi kurikulum untuk Siswa Berkebutuhan Khusus, kurikulum disamakan dengan anak normal yang lain. Tetapi guru pengajar memberikan perhatian yang lebih dan memahami karakteristik anak yang harus diperlakukan semestinya sesuai dengan kebutuhan anak.

·         Bagaimana proses evaluasi Siswa Berkebutuhan Khusus pada akhir pembelajaran di sekolah tersebut ?

Evaluasi disetarakan dengan siswa normal lainnya.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan

Dari hasil observasi yang penulis lakukan, Ssudah terdaftar sebagai sekolah inklusi yang menerima Siswa Berkebutuhan Khusus, namun sekolah belum menyediakan GPK dan sarana/prasaran bagi Siswa Berkebutuhan Khusus.

3.2. Saran

1.       Perlu menyediakan GPK untuk Siswa Berkebutuhan Khusus, supaya dalam pembelajaran lebih intensif.

2.       Perlu menyediakan sarana dan prasarana untuk Siswa Berkebutuhan Khusus yang memadahi untuk menunjang proses pembelajaran.

3.       Perlu adanya modifikasi kurikulum untuk Siswa Berkebutuhan Khusus, agar bisa mengikuti pelajaran dengan mudah.

           

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar